Up In The Air

Ya Ha!

Sorry ni udah ampir sebulan ga nge blog. Hehehe.

Mau nge blog ada aja halangannya.

Mulai dari laptop rusak lah, minggu-minggu UAS, urusan di kampus, dll.


Anyhoo, harusnya itu ga jadi alasan si.


Oke, film kali ini yang akan gw belerin adalah Up In The Air.


Hehehe,.


Seperti biasa, tulisan2 beler ini jangan diangap review.



Up In The Air.


Director : Jason Reitman.


Cast : George Clooney, Vera Farmiga, Anna Kendrick.


Saya tertarik dengan film ini karena, tentu saja, nominasi Best Picture di Academy Awards.

Saya semakin penasaran karena beragamnya tanggapan orang-orang yang saya tahu akan film ini.

Gw mulai berpikir, okay, mungkin ini tipe film love it or hate it.


Dan saya pun menonton film ini.


Up In The Air adalah sebuah komedi, dimana kita tertawa dengan rasa getir di dalam hati kita.

Film ini hadir, dengan segala ke-kaku-annya, menggendong sebuah sisi manusiawi seseorang, yaitu ketika seseorang dinyatakan tidak diperlukan / dihargai lagi di tempat ia menggantungkan dirinya selama ini.


Ryan Bingham, dimainkan dengan hebat oleh George Clooney, adalah seseorang yang hidup dengan gaya yang Amerika sekali. Ia punya pekerjaan, sebuah karir yang ia banggakan karena ia merasa yang terbaik dalam karirnya itu. Ia menikmati segala luxury yang ia dapatkan dari pekerjaannya itu. Ia membuang hal-hal yang menurut dia hanya akan menghambat laju pekerjaannya.


Salah satunya, ia membuang orang lain. Ia tidak mau memiliki relationship, apalagi menikah, ia tidak terlalu peduli dengan keluarganya sendiri. Hubungan dengan orang lain yang ia jalin hanyalah sekedar hubungan pekerjaan, atau hubungan ‘fun’ dengan seorang wanita.


Ironisnya, pekerjaan yang ia lakukan, seorang Career Transition Counsellor / Termination Facilitator, adalah sebuah pekerjaan yang dihadapkan dengan sisi lemah seorang manusia.


Dengan hidupnya yang seperti itu, ia dipertemukan dengan seorang fresh graduate bernama Natalie Keener, dimainkan oleh Anna Kendrick, yang memiliki ide baru untuk memecat orang. Sebuah ide yang mengancam pekerjaan Ryan. Sebuah ide yang saya rasakan, lebih tidak manusiawi.


Ryan pun ditugaskan untuk mengajari Natalie, seperti apa rasanya melakukan pekerjaan Ryan, menghadapi orang-orang yang akan dipecat.


Spoiler Alert.


And as the time goes, yang belajar lebih banyak adalah Ryan.


Dan ketika ia menyadari itu semua, ia berusaha membuat hidupnya lebih baik.


Apa yang ia dapatkan? Sebuah penolakan.


Ia malah kembali kepada apa yang selama ini ia jalani.


Up In The Air hadir dengan visualisasi yang kaku, dengan editing yang kurang dinamis, dan font nama-nama kota yang formal. Kaku, dan dingin seperti kehidupan Bingham.


Akting para pemain di film ini petut dipuji. Semuanya memberikan penampilan yang baik. Terlebih George Clooney. Saya merasa bahwa Ryan Bingham tidak dapat diperankan oleh aktor lain selain George Clooney. Atau hasilnya akan berbeda.


Salah satu hal yang saya sukai dari film ini adalah musiknya. I really enjoyed the music.


Quote favorit saya adalah:

Ryan Bingham : ” We are sharks.”

Mengingatkan saya pada quote dalam film Annie Hall.

Alvy Singer: “A relationship, I think, is like a shark. You know? It has to constantly move forward or it dies.”


Overall, mengutip dari Roger Ebert, Up In The Air adalah sebuah smart, edgy mainstream films. That's harder than making smart, edgy indies. Film yang pantas dinominasikan dalam Best Picture. Well deserved.


Winner? I don’t think so.


Hehehe.


Ciao.